Assalamu'alaikum gais... :D
Alhamdulilah bisa ngepost lagi setelah sekian lama agak suwung, nah kali ini kita mau share
mengenai model-model askes di berbagai negara. Negara kita ini kan sudah menerapkan
berbagai model asuransi sampai sekarang yang terakhir ini adalah Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS.
Mari kita sekedar belajar dan sedikit mambandingkan dengan model askes
di negara lain yang sudah mulai shutlle mengcover peserta asuransinya.. :D
Berikut ini adalah materi dari ibu dosen saya tercinta, Ibu Chriswardani S. sosok yang sangat inspiratif
dan care ini lah yang menjadikan beliau sebagai salah satu dosen yang bisa dikatakan
ngangenin bagi anak-anak bimbingannya. Semoga selalu sukses dan segala hal yua ibu...
MODEL JAMINAN SOSIAL
DAN JAMINAN KESEHATAN
DI BEBERAPA NEGARA
(disadur dari
Naskah Akademik RUU SJSN tahun 2003)
Oleh : Chriswardani S
(FKM UNDIP)
1. MALAYSIA :
Sebagai
negara persemakmuran, sistem jaminan sosial di Malaysia berkembang lebih awal
dan lebih pesat dibandingkan dengan perkembangan sistem jaminan sosial di
negara lain di Asia Tenggara.
Pada
tahun 1951 Malaysia sudah memulai program tabungan wajib pegawai untuk menjamin
hari tua (employee provident fund, EPF) melalui Ordonansi EPF. Seluruh
pegawai swasta dan pegawai negeri yang tidak berhak atas pensiun wajib
mengikuti program EPF. Ordonansi EPF kemudian diperbaharui menjadi UU EPF pada
tahun 1991. Pegawai pemerintah mendapatkan pensiun yang merupakan tunjangan
karyawan pemerintah. Selain itu, Malaysia juga memiliki sistem jaminan
kecelakaan kerja dan pensiun cacat yang dikelola oleh Social Security
Organization (SOCSO). Oleh karena pemerintah federal Malaysia
bertanggung jawab atas pembiayaan dan penyediaan langsung pelayanan kesehatan
bagi seluruh penduduk, maka pelayanan kesehatan tidak masuk dalam program yang
dicakup sistem jaminan sosial di Malaysia.
Sektor
informal merupakan sektor yang lebih sulit dimobilisasi. Namun demikian, dalam
sistem jaminan sosial di Malaysia, sektor informal dapat menjadi peserta EPF
atau SOCSO secara sukarela. Termasuk sektor informal adalah mereka yang bekerja
secara mandiri dan pembantu rumah tangga. Karyawan asing dan pegawai pemerintah
yang sudah punya hak pensiun juga dapat ikut program EPF secara sukarela.
Didalam
penyelenggaraannya, masing-masing program dan kelompok penduduk yang dilayani
mempunyai satu badan penyelenggara. Program EPF dikelola oleh Central Provident
Fund (CPF), sebuah badan hukum di
bawah naungan Kementerian Keuangan. Lembaga ini merupakan lembaga tripartit yang terdiri atas
wakil pekerja, pemberi kerja, pemerintah, dan profesional. Untuk tugas-tugas
khusus, seperti investasi, lembaga ini membentuk Panel Investasi.
Penyelenggaraan pensiun bagi pegawai pemerintah dikelola langsung oleh Kementerian Keuangan
karena program tersebut merupakan program tunjangan pegawai (employment benefit) dimana pegawai tidak
berkontribusi. Program jaminan kecelakaan kerja dan pensiun cacat dikelola oleh
SOCSO yang dalam bahasa Malaysia disebut Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO).
Manfaat
(benefits) yang menjadi hak peserta terdiri atas: (1) Peserta dapat menarik
jaminan hari tua berupa dana yang dapat diambil seluruhnya (lump-sum) untuk
modal usaha, menarik sebagian lump-sum dan sebagian dalam bentuk anuitas
(sebagai pensiun bulanan), dan menarik hasil pengembangannya saja tiap tahun
sementara pokok tabungan tetap dikelola CPF.
(2) Peserta dapat menarik tabungannya ketika mengalami cacat tetap,
meninggal dunia (oleh ahli warisnya), atau meninggalkan Malaysia untuk
selamanya. (3) Peserta juga dapat menarik dananya untuk membeli rumah, ketika
mencapai usia 50 tahun, atau memerlukan biaya perawatan di luar fasilitas
publik yang ditanggung pemerintah. (4) Ahli waris peserta berhak mendapatkan
uang duka sebesar RM.1.000 -RM.30.000, tergantung tingkat penghasilan, apabila
seorang peserta meninggal dunia.
Tingkat iuran untuk program EPF dalam
prosentase upah bertambah dari tahun ke tahun seperti disajikan dalam tabel berikut.
Jumlah iuran tersebut ditingkatkan secara bertahap untuk menyesuaikan dengan
tingkat upah dan tingkat kemampuan penduduk menabung. Dalam program EPF di
Malaysia, sekali seseorang mengikuti program tersebut, maka ia harus terus
menjadi peserta sampai ia memasuki usia pensiun yang kini masih 55 tahun
(Kertonegoro, 1998).
Tabel 1:
Perkembangan Tingkat Iuran Dana Provident Fund di Malaysia
Tahun
|
Iuran Tenaga Kerja
|
Iuran Pemberi Kerja
|
Total
|
1952 - Juni 1975
|
5 %
|
5%
|
10%
|
Juli 75 – Nop 80
|
6%
|
7%
|
13%
|
Des 80 – Des 92
|
9%
|
11%
|
20%
|
Jan 93 – Des 95
|
10%
|
12%
|
22%
|
Jan 96 -
|
11%
|
12%
|
23%
|
2. FILIPINA :
Filipina
memulai pengembangan program Jaminan Sosial (JS) sejak tahun 1948 akan tetapi
UU Jaminan Sosialnya (Republic Act 1161) baru disahkan pada tahun 1954.
Dibutuhkan enam tahun sejak ide awal pengembangan jaminan sosial dicetuskan
oleh Presiden Manuel A. Roxas di tahun 1948.
Namun demikian, UU tersebut ditolak oleh kalangan bisnis Filipina
sehingga dilakukan amendemen UU tersebut dan diundangkan kembali pada tahun
1957 barulah UU JS tersebut mulai diterapkan untuk
pegawai swasta.
Pada tahun 1980 beberapa kelompok pekerja sektor
informal atau pekerja mandiri mulai diwajibkan mengikuti program JS. Kemudian
pada tahun 1992 semua pekerja informal yang menerima penghasilan lebih dari P.1.000/ bulan (sekitar Rp 200.000) wajib ikut.
Selanjutnya di tahun 1993 pembantu rumah
tangga yang menerima upah lebih dari P.1.000 sebulan kemudian juga diwajibkan
untuk mengikuti program JS. Program JS tersebut dikenal dengan Social
Security System (SSS). Pada saat
ini, SSS mempunyai anggota sebanyak 23,5 juta tenaga kerja atau sekitar 50%
dari angkatan kerja, termasuk diantaranya 4 juta tenaga kerja di sektor
informal (Purwanto dan Wibisana, 2002).
Untuk pegawai negeri, pemerintah Filipina
menyelenggarakan program tersendiri yang disebut sebagai Government Service Insurance System (GSIS) yang dimulai lebih awal yaitu di tahun 1936 dan kini
memiliki anggota sebanyak 1,4 juta pegawai negeri. Angkatan Bersenjata dan Polisi memiliki sistem jaminan sosial
tersendiri yang dibiayai dari anggaran pemerintah. Kedua program jaminan sosial
pegawai pemerintah, termasuk tentara lebih tepat dikatakan sebagai program
tunjangan pegawai (employment benefit)
dibandingkan sebagai program jaminan sosial menurut defisini universal. Pada
awalnya program jaminan sosial tersebut menyelenggarakan program jaminan hari
tua (old-age) kematian, cacat, maternitas, kecelakaan kerja dan kesehatan. GSIS
memberikan berbagai pelayanan ekstra, selain pelayanan tersebut, seperti
program pemberdayaan ekonomi dan asuransi umum (Purwanto & Wibisana, 2002).
Tahun 1995 Pemerintah Filipina mengeluarkan
Undang-Undang Asuransi Kesehatan National (RA7875) yang memisahkan program
asuransi kesehatan dari kedua lembaga (SSS dan GSIS) menjadi satu dibawah
pengelolaan the Philippine Health Insurance Corporation (PhilHealth), suatu
badan publik yang bersifat nirlaba (SSS, 2001).
Manfaat yang diberikan kepada peserta SSS dan
GSIS adalah (1) uang tunai selama peserta menderita sakit dan tidak bisa
bekerja paling sedikit 4 (empat) hari, baik dirawat di rumah sakit dan di rumah
sendiri. (2) Untuk peserta wanita yang hamil, keguguran, atau melahirkan diberikan uang tunai sebesar
antara P.24.000.-.P.31.200 (antara Rp 4,4 juta- Rp 6,2 juta). Manfaat lain yaitu : (3). Uang tunai yang dibayarkan secara lump-sum atau
bulanan bagi peserta yang menderita cacat tetap, baik parsial maupun total yang
bukan disebabkan oleh kecelakaan kerja. (4) adalah jaminan hari tua (baik
lump-sum maupun pensiun bulanan) ketika memasuki masa pensiun (60 tahun). (5). Jaminan kematian berupa uang tunai atau bulanan yang dibayarkan
kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia. (6). Jaminan kecelakaan kerja yang dibayarkan apabila terjadi kecelakaan
kerja. Manfaat jaminan kecelakaan kerja ini dapat diterima bersamaan dengan
manfaat program yang lain. Untuk setiap manfaat yang berhak diterima, peserta
harus memenuhi persyaratan kepesertaan tertentu (qualifying conditions).
Selain manfaat definitif, peserta juga dapat diberikan fasilitas kredit
(loan) untuk menutupi kebutuhan uang
tunai yang mendesak dengan bunga 6% setahun untuk pinjaman di bawah P.15.000 dan 8% setahun untuk pinjaman lebih dari P.15.000.
Iuran
jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah 8,4% sebulan (tidak termasuk
iuran untuk asuransi kesehatan dan kecelakaan kerja) yang dibayar bersama antara
majikan (5,04%) dan pegawai (3,36%). Batas maksimum upah untuk perhitungan
iuran adalah P.12.000
(Rp 2,4 juta) sebulan. Iuran untuk jaminan kecelakaan kerja adalah 1% dengan
maksium iuran sebesar P.1.000 per karyawan yang hanya dibayar oleh pemberi kerja. Besarnya iuran untuk tenaga kerja informal
diperhitungkan berdasarkan besarnya pendapatan yang dinyatakan oleh calon
peserta pada waktu pendaftaran dengan batas minimum sebesar P.1.000 sebulan. Untuk pekerja Filipina di luar negeri, yang
dikelompokan sebagai pekerja membayar sendiri tidak melalui pemberi kerja, batas minimum penghasilan adalah P.3.000 sebulan. Untuk memudahkan perhitungan iuran,
SSS mengembangkan 24 kelompok upah dan besarnya iuran untuk masing-masing
kelompok upah. Iuran untuk asuransi kesehatan adalah 2,5% upah sebulan untuk
menjamin biaya rawat inap saja (rawat jalan tidak dijamin). Dengan demikian
total iuran menjadi 10,9% (tanpa kecelakaan kerja) dan 11,9% (dengan kecelakaan
kerja). Pada GSIS, tingkat iuran lebih tinggi yaitu 12% dari
pemberi kerja (pemerintah) dan 9% dari pekerja (Purwanto & Wibisana, 2002).
Untuk jaminan kesehatan dikembangkan Phil-Health yang merupakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini memiliki
keanggotaan lebih dari 39 juta jiwa (lebih dari 50% penduduk Filipina). Anggota
Phil-Health terdiri atas 55% pegawai swasta, 24% pegawai pemerintah, 9%
penduduk tidak mampu, 11% peserta sukarela (informal), dan 2% adalah peserta khusus yang tidak membayar iuran.
Manfaat yang menjadi hak peserta adalah jaminan rawat inap di rumah sakit
pemerintah maupun swasta dengan standar pembayaran yang sama. Pembayaran ke
rumah sakit didasarkan pada sistem biaya jasa per pelayanan (fee for service) mengingat cara inilah
yang kini diterima oleh rumah sakit. Pelayanan rawat jalan sementara ini belum
dijamin, karena diasumsikan penduduk mampu membayar sendiri biaya rawat jalan
yang tidak menjadi beban berat rumah tangga. Besarnya iuran adalah maksimum 3%
dari gaji yang diperhitungkan maksimum P.10.000 (sekitar Rp 2 juta). Namun demikian, iuran yang kini dikumpulkan
adalah sebesar 2,5% dari upah/ gaji yang ditanggung bersama antara pemberi kerja dan
tenaga kerja sektor formal. Bagi sektor informal, iuran ditanggung sepenuhnya oleh peserta dan bagi
penduduk miskin, iuran ditanggung pemerintah pusat dan daerah (Purwanto &
Wibisana, 2002). Pada tahun 2003 ini, PhilHealth menerima banyak sekali
permintaan dari pemberi kerja untuk memperluas jaminan dengan mencakup jaminan
rawat jalan. Para pemberi kerja akan menambahkan iuran guna memperluas jaminan
tersebut (Dueckue, 2003).
Tabel 2: Kompilasi Iuran Sistem Jaminan Sosial di
Filipina
Program
|
Iuran Tenaga Kerja
|
Iuran Pemberi Kerja
|
Total
|
Jaminan sosial, SSS
|
5,04%
|
3,36%
|
8,4%
|
Kecelakaan kerja
|
-
|
1%
|
1,0%
|
Jaminan sosial, GSIS
|
9%
|
12%
|
21,0%
|
Kesehatan, PhilHealth
|
1,25%
|
1,25%
|
2,5%
|
Total:
Swasta
Pemerintah
|
6,29%
10,25%
|
5,61%
12%
|
11,9%
22,25%
|
3. THAILAND / MUANGTHAI:
Program
Jaminan Sosial di Thailand/ Muangtai terdiri atas program jaminan bagi pegawai pemerintah, pegawai
swasta dan program kesehatan. Program yang diatur oleh UU Jaminan Sosial di
Muangtai dimulai pada tahun 1990 Pemerintah Muangtai mengeluarkan UU Jaminan
Sosial, namun demikian implementasinya baru dimulai enam bulan kemudian, yaitu
pada bulan Maret 1991. Dana yang terkumpul dikelola oleh suatu badan tripartit,
Dewan Jaminan Sosial, yang terdiri dari 15 orang yang mewakili pemerintah,
pemberi kerja, dan pekerja masing-masing 5 (lima) orang. Kantor Jaminan Sosial
(Social Security Office, SSO) berada di bawah Departemen
Tenaga Kerja dan Kesejahteraan. Mula-mula program tersebut wajib bagi pemberi
kerja dengan 20 karyawan atau lebih yang kemudian secara bertahap diwajibkan
kepada pemberi kerja yang lebih kecil. Sejak 31 Mei 2002, seluruh tenaga kerja
dengan satu atau lebih karyawan wajib menjadi peserta. Kini jumlah peserta SSO
adalah 6,59 juta tenaga kerja di Muangtai dan seluruh tenaga kerja formal telah menjadi peserta.
Pegawai
pemerintah mendapat jaminan yang dibiayai oleh anggaran belanja negara tanpa ada
iuran sama sekali dari pegawai. Jaminan yang ditanggung meliputi jaminan kesehatan, pensiun dan dana
lump-sum pada waktu memasuki masa pensiun.
Untuk
pekerja sektor informal dan kelompok penduduk lain yang belum termasuk peserta
SSO atau CSMBS untuk pegawai pemerintah, pemerintah
Muangtai mengembangkan program National Health Security yang dikenal dengan
kebijakan ’30 Baht’. Dalam program ini, seluruh penduduk sektor informal dan
anggota keluarga tenaga kerja swasta diwajibkan mendaftar ke salah satu rumah
sakit dimana mereka akan berobat jika mereka sakit. Atas dasar penduduk yang
terdaftar itu, pemerintah kemudian membayar rumah sakit secara kapitasi sebesar
1.204 Baht per kepala per tahun. Penduduk yang terdaftar akan membayar sebesar
30 Baht (kira-kira Rp 6.000) sekali berobat atau sekali perawatan di rumah
sakit. Biaya yang dibayar itu sudah termasuk segala pemeriksaan, obat,
pembedahan, dan perawatan intensif jika diperlukan.
Manfaat
program jaminan sosial pekerja swasta dan pekerja informal meliputi jaminan
kesehatan, bantuan biaya persalinan, jaminan uang selama menderita cacat, santunan kematian, dana untuk anak-anak,
kecelakaan kerja, dan jaminan hari tua. Jaminan kesehatan hanya diberikan
kepada tenaga kerjanya, sedangkan anggota keluarga tenaga kerja dijamin melalui
program ’30 Baht’. Manfaat program
jaminan sosial pegawai swastapun dimulai dengan menjamin pelayanan kesehatan,
baru secara bertahap pelayanan lain seperti jaminan uang waktu cacat dan jaminan hari tua diberikan kemudian.
Pegawai
pemerintah memang menikmati manfaat yang lebih baik, karena mereka sudah
mendapat jaminan hari tua terlebih dahulu dan jaminan kesehatan komprehensif. Untuk jaminan kesehatan pegawai pemerintah dikenal dengan program CSMBS, yang dijamin bukan saja pegawai, pasangan dan anaknya, orang
tua pegawaipun dijamin. Jaminan yang diberikan komprehensif sehingga peserta
tidak perlu lagi membayar apabila mereka memanfaatkan pelayanan pada fasilitas
kesehatan yang sudah ditentukan. Tentu saja, jika mereka mencari pelayanan dari
fasilitas kesehatan dan di kelas perawatan di luar ketentuan, masyarakat harus
membayar sendiri.
Tabel 3 : Iuran
Jaminan Sosial pegawai swasta di Muangtai (dalam % upah), 2003
Bentuk Jaminan
|
Iuran Pekerja
|
Iuran Pemberi Kerja
|
Iuran Pemerintah
|
Kesehatan dan persalinan
|
1%
|
1%
|
1%
|
Cacad/invalid dan kematian
|
1,5%
|
1,5%
|
1,5%
|
Santunan anak
|
2%
|
2%
|
1%
|
Hari tua (sejak 2003)
|
3%
|
3%
|
|
TOTAL
|
7,5%
|
7,5%
|
3,5%
|
Besarnya
iuran untuk prgram jaminan sosial pegawai swasta ditanggung bersama antara
pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. Disinilah keunikan sistem jaminan sosial
Muangtai, karena pemerintahpun ikut membayar iuran bagi pekerja swasta dan
sektor informal. Besarnya iuran dipisahkan untuk masing-masing program yang
total berjumlah 18,5% yang terdiri atas iuran pekerja dan pemberi kerja
masing-masing sebesar 7,5% dan iuran pemerintah sebesar 3,5%. Selain itu,
pemberi kerja masih memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan
kerja yang besarnya bervariasi dari 0,2% - 1%; tergantung dari tingkat risiko
masing-masing usaha (SSO, 2003). Besarnya upah yang diperhitungkan untuk
jaminan sosial ini ditetapkan sampai jumlah maksimum Pegawai pemerintah dan pegawai
sektor informal tidak membayar iuran, seluruh biaya ditanggung anggaran belanja
pemerintah. Yang menarik dari pembayaran iuran jaminan sosial di Muangtai
adalah bahwa besarnya iuran untuk kesehatan dan persalinan diturunkan dari
tadinya 4,5% (masing-masing 1,5%) menjadi 3% (masing-masing pihak mengiur 1%)
karena telah terjadi akumulasi dana yang besar karena penyelenggaraan yang
bersifat nirlaba dan setiap dana yang tidak digunakan diakumulasi.
4. JERMAN :
Jerman
dikenal sebagai pelopor dalam bidang asuransi sosial yang merupakan tulang
punggung dari sebuah jaminan sosial modern. Asuransi sosial pertama yang
diselenggarakan di Jerman pada tahun 1883 di jaman Kaisar Otto von Bismarck yang menanggung penghasilan yang hilang apabila seorang
pekerja menderita sakit. Asuransi sosial kesehatan ini menjadi pintu gerbang penyelenggaraan jaminan social. Undang-undang mengatur tata cara penyelenggaraan
asuransi kesehatan sedangkan penyelenggaraan asuransi kesehatan diserahkan
kepada masyarakat, yang awalnya terkait dengan tempat kerja. Jumlah badan
penyelenggara yang disebut sickness funds tidak dibatasi sehingga pada awalnya mencapai ribuan, yang
semuanya bersifat nirlaba. Namun demikian, karena rumitnya masalah asuransi
kesehatan dan perlunya angka/ bilangan besar untuk menjamin kecukupan dana maka terjadi merger (penggabungan) badan asuransi atau perpindahan peserta karena badan
penyelenggara bangkrut. Kini jumlahnya tinggal 355 badan sickness funds.
Sistem
yang digunakan Jerman adalah dengan mewajibkan penduduk yang memiliki upah di
bawah 45.900 Euro per tahun untuk mengikuti program asuransi sosial waji,. sedangkan mereka yang berpenghasilan diatas itu boleh membeli asuransi
kesehatan dari perusahaan swasta, akan tetapi sekali pilihan itu diambil, ia harus seterusnya
membeli asuransi kesehatan swasta. Akibatnya, banyak orang yang berpenghasilan
diatas batas tersebutpun memiliki ikut asuransi sosial. Pada saat ini 99,8%
penduduk memiliki asuransi kesehatan dan hanya 8,9% yang mengambil asuransi
kesehatan swasta. Sebagian kecil penduduk (seperti militer dan penduduk sangat
miskin) mendapat jaminan kesehatan melalui program khusus dari pemerintah.
Jaminan
kesehatan yang ditanggung sangat besar mencakup pengobatan dan perawatan,
perawatan jangka panjang, biaya transpor, obat-obatan bahkan transplantasi.
Peserta bebas berobat ke dokter yang disukai atau dipercaya namun demikian
pembayaran diatur melalu suatu mekanisme pembayaran kelompok ke asosiasi
dokter. Asosiasi dokterlah yang mengatur pembayaran ke masing-masing anggota
dokternya. Untuk
pembayaran rumah sakit dilakukan dengan anggaran global dan mulai dilaksanakan
sistem pembayaran per diagnosis (DRG/ Diagnosis Related Group).
Besarnya
iuran untuk asuransi kesehatan kini dirasakan sangat tinggi karena mencapai
14,5% dari upah yang dibayar bersama oleh pekerja dan pemberi kerja. Pegawai
negeri lebih banyak yang membeli asuransi kesehatan swasta karena mendapat
subsidi dari pemerintah sebesar 80% dari iuran (Grebe A, 2003).
5. AMERIKA SERIKAT
Jaminan
sosial di Amerika pertama kali diundangkan pada tanggal 14 Agustus 1935 yang
pada awalnya dikenal dengan nama OASDI
program (Old-Age, Survivors, and Disability Insurance). Undang-undang jaminan sosial tersebut
disetujui setelah terjadinya depresi ekonomi di Amerika di awal tahun 1930an.
Awalnya, UU Jaminan Sosial Amerika tidak mencakup asuransi sosial kesehatan
(Medicare). Program Medicare dalam sistem jaminan sosial di Amerika baru masuk
30 tahun kemudian, yaitu di tahun 1965 sehingga nama lain kini dikenal dengan OASDHI (H diantara D dan I sebagai
singkatan dari Health). Program OASDI, tanpa kesehatan, pada hakikatnya mirip
dengan program pensiun kita dimana peserta memperoleh manfaat uang tunai ketika
mencapai usia pensiun, ahli waris peserta yang memenuhi syarat menerima manfaat
jika peserta meninggal dan apabila
peserta menderita cacat.
Menjelang
UU Jaminan Sosial di Amerika diberlakukan, usulan untuk membuat program ini
sukarela juga sudah diajukan dengan alasan pelanggaran atas hak kebebasan. Namun demikian, pilihan tersebut tidak
diadopsi dalam UU karena bukti-bukti menunjukkan bahwa program sukarela tidak
efektif. Sebenarnya Amerika termasuk terbelakang dalam mengembangkan jaminan
sosialnya dibandingkan dengan Jerman dan Inggris (Rejda, 1988).
Pada
prinsipnya, sistem Jaminan Sosial di Amerika diselenggarakan dengan satu
undang-undang dan diselenggarakan olah satu badan pemerintah (Social Security Administration). Dengan
demikian, program Jaminan Sosial Amerika bersifat monopolistik dan mencakup
jaminan hari tua dan jaminan kesehatan. Hanya saja, jaminan kesehatannya
(Medicare) terbatas untuk penduduk berusia 65 tahun keatas atau yang menderita
cacat tetap atau penderita sakit ginjal yang mematikan. Seluruh penduduk,
apakah ia pegawai swasta maupun pegawai pemerintah harus masuk program jaminan
sosial sehingga perpindahan pekerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain atau
dari satu negara bagian ke negara bagian lain tidak menjadi masalah. Untuk itu,
setiap penduduk harus memiliki nomor jaminan sosial (9 digit) yang berlaku
untuk segala macam urusan seperti sebagai nomor pajak, kartu SIM, bersekolah,
menjadi nasabah bank, dan berbagai urusan kehidupan lainnya.
Manfaat
yang diberikan berupa jaminan pensiun yang dibayarkan menurut sistem pay as you go dimana iuran dibayarkan
oleh tenaga kerja yang aktif bekerja dan pemberi kerja, sedangkan manfaat bagi
pensiunan dibayarkan dari iuran tenaga
kerja pada tahun yang sama. Artinya, pensiun bagi penduduk Amerika dibayar oleh
tenaga kerja yang masih aktif, bukan dari tabungan pensiunan pada masa lalu.
Begitu juga untuk jaminan cacat, pensiun ahli waris, dan Medicare. Jaminan pensiun diberikan berkaitan
dengan tingkat penghasilan penduduk terakhir dan lamanya seorang penduduk
mengiur. Besarnya pensiun yang menjadi hak setiap penduduk dapat dilihat dari website yang setiap orang dapat menghitung atau melihat haknya setiap saat.
Program
Medicare hanya diberikan kepada
seluruh penduduk yang mencapai usia 66 tahun atau lebih atau penduduk yang
lebih muda akan tetapi menderita cacad tetap atau menderita penyakit ginjal
yang memerlukan hemodialisa atau transplantasi ginjal. Jaminan kesehatan yang diberikan kepada pensiunan
terbatas pada jaminan rawat inap di rumah sakit dan jaminan perawatan jangka
panjang. Program ini disebut Medicare
Part A yang menjadi hak semua lansia. Untuk jaminan rawat jalan, penduduk lansia harus membeli asuransi
kesehatan swasta dengan 75% premi disubsidi Medicare. Program rawat jalan ini
bersifat sukarela dengan insentif premi dari Medicare. Untuk mendapatkan hak
jaminan sosial, setiap orang harus memenuhi kualifikasi masa iuran dan besarnya
iuran yang dikonversi dalam sistem poin. Program kecelakaan kerja dikelola tersendiri oleh
masing-masing negara bagian (state) dan diatur dengan peraturan negara bagian.
Iuran
untuk program jaminan sosial dikumpulkan bersamaan dengan pembayaran pajak
secara umum dan karenanya disebut social
security tax. Hanya saja dana - dana jaminan sosial tidak masuk ke kas negara akan tetapi langsung masuk kedalam tiga jenis dana (trust
fund) yaitu Dana Jaminan Hari Tua dan Ahli Waris (old-age and Survivors Insurance, OASI), Dana Asuransi Disabilitas (SSDI),
dan Dana Medicare. Besarnya iuran tenaga kerja adalah 7,65% dan pemberi kerja
juga mengiur sebesar 7,65% untuk program OASI dan masing-masing 0,9% untuk
program SSDI, serta masing-masing 1,45% untuk program Medicare. Total iuran
pekerja menjadi 15,3% dari upah dengan maksimum upah sebesar US$ 62.500 setahun
yang setiap tahun dinaikan sesuai dengan indeks yang telah disusun oleh badan
penyelenggara (SSA) yang berada di bawah Departemen Pelayanan Sosial (Butler,
1999).
Untuk
pelayanan kesehatan penduduk miskin (yang sekarang mencapai hampir 40 juta
jiwa) pemerintah (pusat dan negara
bagian) menyediakan program Medicaid yangbersifat
inkind dimana penduduk mendapatkan
pelayanan kesehatan secara gratis dengan beberapa ketentuan pembatas untuk
mencegah pemanfaatan pelayanan kesehatan yang berlebihan (over utilization). Selain itu pemerintah juga menyediakan kupon
bahan makanan gratis dan masyarakat miskin bisa mengambilnya dengan antri di
kantor2 pelayanan sosial.
Asuransi
kesehatan di AS sangat didominasi oleh perusahaan askes swasta yang bermotif
mencari laba (for profit) sehingga
masalah pembiayaan kesehatan menjadi sangat rumit. Masing-masing perusahaan
asuransi tersebut bersaing ketat untuk menciptakan produk agar tetap diminati
oleh masyarakat. Ketatnya persaingan membuat sistem askes di AS didominasi oleh
upaya-upaya untuk meningkatkan kendali biaya dan kendali mutu. Upaya ini dimulai dengan organisasi HMO (Health Maintenance
Organization) di California yang
sebelumnya dipelopori oleh dr. Garfield dari perusanaan Kaiser. Dalam mengelola program jaminan kesehatan
pegawai perusahaan dr. Garfield berhasilmengembangkan model pengelolaan
asuransi kesehatan yang “managed care” yaitu
biaya terkendali semenatara kualitas pelayanan diupayakan terjaga. Managed
care ini merupakan upaya bersama antara tripartite yaitu badan asuransi,
penyedia pelayanan kesehatan dan
peserta. Kendali aturan ada pada tiga pihak ini.
Model
“ managed care” dari HMO tersebut kemudian
juga diadopsi oleh pemerintah ketika mengelola Medicaid dan Medicare
yang ternyata sangat membebani anggaran pemerintah karena kecenderungan over
utilization dari peserta dan provider pelayanan kesehatan. Dalam
perkembangannya upaya managed care ini juga diadopsi oleh badan asuransi
kesehatan swasta lainnya. Pemerintah Indonesia (lewat Departemen Kesehatan)
juga mengadopsi konsep managed care ini dalam mengembangkan JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat) di tahun 1986 dan berkembang sampai dengan akhir dekade 90an. Upaya managed care ini juga mengilhami PT.
Askes Indonesia dalam mengelola asuransi kesehatan sosial untuk PNS dan
pensiunan serta PT. Jamsostek untuk komponen jaminan kesehatannya.
No comments:
Post a Comment